Langsung ke konten utama

Cabai Hiyung mendunia, karena pedas 17 kali lipat

| 14.131 Views
Cabai Hiyung mendunia, karena pedas 17 kali lipat
cabai rawit merah (ANTARA FOTO/Risky Andrianto)
Rantau, Kalsel, (ANTARA News) - Informasi tentang Cabai rawit Hiyung asal Desa Hiyung, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, yang memiliki rasa 17 kali lipat lebih pedas dibanding cabai rawit biasa kini telah mendunia.

Camat Tapin Tengah Rini Yusnita di Rantau Senin mengatakan, sejak beberapa pekan terakhir, dia banyak kedatangan tamu dari dalam maupun luar negeri, untuk melihat langsung pengembangan cabai Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah.

"Kini gara-gara cabai Hiyung, daerah kami menjadi lebih dikenal seantero Nusantara bahkan mendunia," katanya.

Para tamu yang datang dari berbagai daerah dan instansi strategis, mengaku penasaran dengan pemberitaan yang menyebutkan adanya cabai terpedas di Indonesia ini.

Kunjungan tersebut antara lain dari Kementerian Pembangunan Desa (Kemendes) melalui Kepala Balai Latihan Masyarakat untuk mengetahui dan merasakan pedasnya cabai hiyung, dan akan berjanji memberikan pelatihan keterampilan bagi petani cabai.

"Pelatihan mengelola produksi cabai pascapanen tersebut, seluruhnya akan dibiayai oleh balai," katanya.

Selain itu, kunjungan dari "Students From Croatia" yang juga penasaran atas pemberitaan di berbagai media massa tentang pedasnya cabai Hiyung.

Selain itu, juga gabungan CSR dari yayasan Dharma Bhakti, PT PAMA, PT Kalimantan Prima Persada (KPP), dan PT Prima Multi Mineral melalui LPB Banua Prima Persada, memberikan bantuan berupa mesin pembuat serbuk cabai atau abon dan lemari penyimpanan serbuk.

Untuk meningkatkan kemampuan petani, kata Rini, pada Maret 2017, perwakilan kelompok tani akan dibawa ke balai pelatihan Bogor.

"Keberhasilan ini berkat dukungan seluruh instansi pemerintah, khususnya Dinas Pertanian sehingga cabai Hiyung menjadi rujukan semua pihak," katanya.

Sebelumnya, Bupati Tapin Arifin Arpan mengatakan, cabai rawit dengan cita rasa sangat pedas tersebut, hanya tumbuh di desa Hiyung Kecamatan Tapin Tengah, sehingga cabai tersebut diberi nama cabai Hiyung.

"Saat cabai tersebut kita tanam di tempat lain, rasanya menjadi kurang pedas, bahkan cenderung tidak pedas, ini sangat aneh," katanya.

Begitu ditanam di Desa Hiyung, rasa pedasnya menjadi berkali lipat dibanding cabai biasa, sehingga cabai Hiyung tersebut, kini menjadi andalan komoditas Kabupaten Tapin, yang kini banyak diburu oleh pedagang baik dari daerah maupun luar daerah.

Berdasarkan penelitian, cabai yang dikembangkan oleh petani desa Hiyung tersebut memiliki tingkat kepedasan hingga 94.500 ppm atau setara dengan 17 kali lipat dari cabai biasa.

Cabai Hiyung ini, pertama kali di tanam oleh Subarjo (40), 23 tahun lalu tepatnya pada tahun 1993 dengan membawa bibit dari gunung sebanyak 200 bibit.

Selain rasanya yang pedas, cabai Hiyung juga memiliki keunggulan yaitu daya penyimpanan yang tahan lama yakni 10 hari pada suhu ruangan normal.

Tercatat dari 420 kepala keluarga (KK) yang berada di desa Hiyung, sebanyak 85 persen bekerja sebagai petani cabai. Rasa pedas yang dihasilkan cabai Hiyung diduga karena keasaman tanahnya.

Kini Pemkanb Tapin telah mengembangkan 200 hektare lahan, untuk tanaman cabai Hiyung di daerah tersebut.

Pengembangan tersebut, sesuai dengan terdaftarnya varietas tanaman lokal dari Kementrian Pertanian RI dengan nomer 09/PLV/2012 tangga 12 april 2012, maka pemerintah kabupaten Tapin bertanggung jawab atas perkembangan dan pembudidayaannya, sehingga tidak hilang.
Editor: Unggul Tri Ratomo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Barjo, Sang Penemu Cabai Hiyung, Berawal dari Kegagalan Menanam Padi

BERSIHKAN LAHAN – Barjo memetik cabai yang sudah dipenuhi belukar di pengujung musim panen di lahan seluas dua hektare miliknya di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah.   PROKAL.CO , Nama Cabai Rawit Hiyung sekarang sudah asing lagi. Selain terkenal di Kalsel, sejak tiga tahun yang lalu cabai rawit ini pun sudah dikenal hingga ke tingkat nasional. Tapi tahukah Anda, siapa yang pertama kami menanam dan mengembangkan cabai ini di Tapin.  SUNARTI, Rantau Lelaki berperawakan kurus dengan tinggi sekitar 159 sentimeter  ini awalnya mengembangkan tanaman padi di desanya di Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah. Tapi karena daerahnya merupakan daerah pasang surut dengan kadar air yang asam, produksi padinya tidaklah menggembirakan. Hasil produksinya menurun dari tahun ke tahun. “Saya berpikir, tanaman apa ya yang kira-kira cocok dikembangkan di lahan yang ada di desa kam...

Mahasiswa Fakultas Pertanian ULM Berencana Membuat Desa Hiyung Menjadi Agrowisata

TRIBUNNEWS.COM, RANTAU –  Setyo, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat (ULM)  Banjarmasin kaget melihat potensi desa sentra cabai di Tapin. Setyo bersama delapan mahasiswa ULM lainnya yang sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)di Desa Hiyung, Tapin, selama Juli 2017 inI berencana menjadikan Desa Hiyung menjadi Desa Agro wisata. Rencana yang akan dilaksanakan Setyo bersama rekannya yaitu mengembangkan penanaman cabai di pot atau polibeg. Cabai di pot tersebut akan ditanam di halaman rumah dan di sisi jalan sepanjang Desa Hiyung. Menurut Setyo dengan adanya cabai di pot tersebut, ketika ada wisatawan datang yang datang ke Desa Hiyung, mereka dapat melihat dan memetik cabai tersebut. Kebetulan di Desa Hiyung sudah berjalan pembibitan cabai , kemudian produksi abon cabai dan sambal cabai dalam kemasan, supaya lengkap dikembangkan lagi pot cabai , jelas Setyo. Menurut Setyo dirinya akan membuat website dan instagram profil Des...